KAI 2008 di Persimpangan Integritas
- 19 Views
- redaksivoyagers
- 3 November 2025
- Hukum
Voyagers.id – Kalau kita bicara tentang profesi advokat, pasti ingat akan kode etik sebagai jantung moralnya. Sebagai penjaga keadilan, advokat harusnya tampil mulia, berintegritas, dan jadi panutan. Tapi, apa yang terjadi di tubuh Kongres Advokat Indonesia (KAI) 2008) malah jauh dari harapan. Keputusan-keputusan yang diambil, bahkan yang dianggap tidak berdasar, justru menurunkan martabat organisasi dan profesi ini sendiri.
Kisahnya bermula dari kasus Muhammad Anzar Latifansyah, S.H. — advokat muda yang sempat dijatuhi sanksi peringatan keras oleh Majelis Kehormatan KAI 2008. Sanksi ini diberikan karena pelanggaran kode etik berat, dan seharusnya menjadi momen pembelajaran, sebuah panggilan untuk memperbaiki diri dan menjaga kepercayaan publik. Rudi Rusmadi, salah satu pelapor, percaya bahwa teguran keras itu adalah bentuk edukasi moral untuk memperbaiki perilaku advokat tersebut.
Namun, keajaiban terjadi — hanya sebulan kemudian, majelis MH KAI 2008 justru membatalkan putusan etik itu lewat Sidang Peninjauan Kembali (PK) yang digelar secara mendadak. Ironisnya, PK ini dikabulkan dengan restu ketua dan sekjen organisasi, padahal secara prinsip, putusan etik yang sudah final seharusnya bersifat mengikat dan tidak bisa diubah seenaknya.
Di balik semua itu, yang menjadi masalah besar adalah dasar hukum PK tersebut. Rudi mengungkapkan, landasan hukumnya jelas-jelas tidak kuat. Pasalnya, yang dipakai hanyalah Pasal dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) yang mengatur soal keanggotaan, bukan mekanisme banding terhadap putusan etik. “Ini kayak manipulasi logika hukum yang berbahaya,” katanya.
Lebih lucu lagi, meskipun advokat Anzar tidak membantah berbagai tuduhan, majelis justru menyatakan tidak ada pelanggaran sama sekali. Padahal, tuduhan soal rekayasa PKPU dan dugaan aliran dana ke pejabat penting sempat mengemuka. “Ini malah mencederai akal sehat,” cetus Rudi. Dampaknya? Dua hakim di majelis ini bahkan mengundurkan diri sebagai bentuk protes moral terhadap proses PK yang dianggap cacat dan melanggar prinsip etik organisasi.

Keadaan ini menimbulkan satu pertanyaan besar: Sejauh mana standar moral dan etika di tubuh KAI 2008 sendiri? Apakah benar advokat harusnya memberi contoh, bukan malah abu-abu dan penuh intrik? Rudi menilai, seluruh kejadian ini memperlihatkan bahwa nilai moral dan etika di organisasi ini sedang menurun drastis, bahkan tergadai.
KAI di persimpangan jalan. Di satu sisi, organisasi ini berambisi menjaga nama besar dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi advokat. Tapi di sisi lain, langkah-langkah yang diambil justru menelan kepercayaan itu sendiri. Apalagi, jika organisasi ini terus melindungi advokat yang diduga terlibat tindak pidana, maka reputasi KAI dan profesi advokat di mata publik bisa ambruk.
Rudi mengingatkan, sudah saatnya KAI membersihkan cermin di depan mereka sendiri. Jika tidak, bagaimana advokat-advokat di bawahnya bisa menjaga moral dan kepercayaan publik? Organisasi ini harus segera berbenah, introspeksi, dan mengembalikan marwahnya sebagai pelindung keadilan yang berintegritas.
Yuk, kita tunggu langkah nyata dari KAI 2008. Karena, kepercayaan bukan hanya soal kata-kata, tapi aksi nyata yang menunjukkan mereka benar-benar bermartabat.
Regenerate
Copy
Good response
Bad response
Kategori
- Bisnis
- CSR
- E-Commerce
- Ekspedisi
- Elektronik
- Event
- Fashion
- Film
- Gaya Hidup
- Hiburan
- Hotel
- Hotel Update
- Hukum
- Industri
- Inspirasi
- Kabar Pariwisata
- Kecantikan
- Kesehatan
- Kuliner
- Musik
- Olahraga
- Otomotif
- Pariwisata
- Perbankan
- Pertambangan
- Piala Eropa
- Profil Hotel
- Promo Hotel
- Properti
- Retail
- Sepak Bola
- Tekno
- Telekomunikasi
- Transportasi
- Voyagers English









